Dear my bloggie.... Malam ini saya akan bercerita tentang situs purbakala peninggalan kerajaan Majapahit yang berada diTrowulan Mojokerto. Udah siapkah kalian untuk berpetualang kesana....??? Here we go...........
Trowulan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Kecamatan ini terletak di bagian barat Kabupaten Mojokerto, berbatasan dengan wilayah Kabupaten Jombang. Trowulan terletak di jalan nasional yang menghubungkan Surabaya-Solo.
Di kecamatan ini terdapat puluhan situs seluas hampir 100 kilometer
persegi berupa bangunan, temuan arca, gerabah, dan pemakaman peninggalan
Kerajaan Majapahit. Diduga kuat, pusat kerajaan berada di wilayah ini yang ditulis oleh Mpu Prapanca dalam kitab Kakawin Nagarakretagama
dan dalam sebuah sumber Cina dari abad ke-15. Trowulan dihancurkan pada
tahun 1478 saat Girindrawardhana berhasil mengalahkan Kertabumi, sejak
saat itu ibukota Majapahit berpindah ke Daha.
Situs Trowulan adalah satu kawasan di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, tempat ditemukannya banyak peninggalan kuna. Diduga kuat, situs ini adalah salah satu bekas ibukota kerajaan Majapahit.
Kitab Negarakertagama
menyebutkan deskripsi puitis mengenai keraton Majapahit dan lingkungan
sekitarnya, tetapi penjelasannya hanya terbatas pada perihal upacara
kerajaan dan keagamaan. Detil keterangannya tidak jelas, beberapa ahli
arkeologi yang berusaha memetakan ibu kota kerajaan ini muncul dengan
hasil yang berbeda-beda.
Penelitian dan penggalian di Trowulan pada masa lampau dipusatkan
pada peninggalan monumental berupa candi, makam, dan petirtaan
(pemandian). Belakangan ini penggalian arkeologi
telah menemukan beberapa peninggalan aktivitas industri, perdagangan,
dan keagamaan, serta kawasan permukiman dan sistem pasokan air bersih.
Semuanya ini merupakan bukti bahwa daerah ini merupakan kawasan
permukiman padat pada abad ke-14 dan ke-15.
Trowulan telah dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2009.
Menurut Prapanca
dalam kitab Negarakertagama; keraton Majapahit dikelilingi tembok bata
merah yang tinggi dan tebal. Di dekatnya terdapat pos tempat para
punggawa berjaga. Gerbang utama menuju keraton (kompleks istana)
terletak di sisi utara tembok, berupa gapura agung dengan pintu besar
terbuat dari besi berukir. Di depan gapura utara terdapat bangunan
panjang tempat rapat tahunan para pejabat negara, sebuah pasar, serta
sebuah persimpangan jalan yang disucikan.
Masuk ke dalam kompleks melalui gapura utara terdapat lapangan yang
dikelilingi bangunan suci keagamaan. Pada sisi barat lapangan ini
terdapat pendopo yang dikelilingi kanal dan kolam tempat orang mandi.
Pada ujung selatan lapangan ini terdapat jajaran rumah yang dibangun
diatas teras-teras berundak, rumah-rumah ini adalah tempat tinggal para abdi dalem keraton. Sebuah gerbang lain menuju ke lapangan ketiga yang dipenuhi bangunan dan balairung agung. Bangunan ini adalah ruang tunggu bagi para tamu yang akan menghadap raja.
Kompleks istana tempat tinggal raja terletak di sisi timur lapangan
ini, berupa beberapa paviliun atau pendopo yang dibangun di atas
landasan bata berukir, dengan tiang kayu besar yang diukir sangat halus
dan atap yang dihiasi ornamen dari tanah liat. Di luar istana terdapat
kompleks tempat tinggal pendeta Shiwa, bhiksu Buddha,
anggota keluarga kerajaan, serta pejabat dan ningrat (bangsawan). Lebih
jauh lagi ke luar, dipisahkan oleh lapangan yang luas, terdapat banyak
kompleks bangunan kerajaan lainnya, termasuk salah satunya kediaman
Mahapatih Gajah Mada. Sampai disini penggambaran Prapanca mengenai ibu
kota Majapahit berakhir.
Sebuah catatan dari China abad ke-15 menggambarkan istana Majapahit
sangat bersih dan terawat dengan baik. Disebutkan bahwa istana
dikelilingi tembok bata merah setinggi lebih dari 10 meter serta gapura
ganda. Bangunan yang ada dalam kompleks istana memiliki tiang kayu yang
besar setinggi 10-13 meter, dengan lantai kayu yang dilapisi tikar halus
tempat orang duduk. Atap bangunan istana terbuat dari kepingan kayu (sirap), sedangkan atap untuk rumah rakyat kebanyakan terbuat dari ijuk atau jerami.
Sebuah kitab tentang etiket dan tata cara istana Majapahit
menggambarkan ibu kota sebagai: "Sebuah tempat disitu kita tidak usah
berjalan melalui sawah". Relief candi
dari zaman Majapahit tidak menggambarkan suasana perkotaan, akan tetapi
menggambarkan kawasan permukiman yang dikelilingi tembok. Istilah
'kuwu' dalam Negarakertagama dimaksudkan sebagai unit permukiman yang
dikelilingi tembok, tempat penduduk tinggal dan dipimpin oleh seorang bangsawan.
Pola permukiman seperti ini merupakan ciri kota pesisir Jawa abad ke-16
menurut keterangan para penjelajah Eropa. Diperkirakan ibu kota
Majapahit tersusun atas kumpulan banyak unit permukiman seperti ini.
Reruntuhan kota kuno di Trowulan ditemukan pada abad ke-19. Dalam laporan Sir Thomas Stamford Raffles
yang menjabat sebagai gubernur Jawa dari 1811 sampai 1816, disebutkan
bahwa: "Terdapat reruntuhan candi.... tersebar bermil-mil jauhnya di
kawasan ini." Saat itu kawasan ini merupakan hutan jati yang lebat
sehingga survei dan penelitian yang lebih rinci tidak mungkin
dilaksanakan. Meskipun demikian, Raffles, yang sangat berminat pada
sejarah dan kebudayaan Jawa, terpesona dengan apa yang dilihatnya dan
menjuluki Trowulan sebagai 'Kebanggaan Pulau Jawa'.
Situs Arkeologi
Penggalian di sekitar Trowulan menunjukkan sebagian dari permukiman kuno yang masih terkubur lumpur sungai dan endapan vulkanik beberapa meter di bawah tanah akibat meluapnya Kali Brantas dan aktivitas Gunung Kelud.
Beberapa situs arkeologi tersebar di wilayah Kecamatan Trowulan.
Beberapa situs tersebut dalam keadaan rusak, sedangkan beberapa situs
lainnya telah dipugar. Kebanyakan bangunan kuno ini terbuat dari bahan
bata merah
Candi Tikus
Candi Tikus adalah kolam pemandian ritual (petirtaan).
Kolam ini mungkin menjadi temuan arkeologi paling menarik di Trowulan.
Nama 'Candi Tikus' diberikan karena pada saat ditemukan tahun 1914,
situs ini menjadi sarang tikus. Dipugar menjadi kondisi sekarang ini
pada tahun 1985 dan 1989, kompleks pemandian yang terbuat dari bata
merah ini berbentuk cekungan wadah berbentuk bujur sangkar. Di sisi
utara terdapat sebuah tangga menuju dasar kolam. Struktur utama yang
menonjol dari dinding selatan diperkirakan mengambil bentuk gunung
legendaris Mahameru.
Bangunan yang tidak lagi lengkap ini berbentuk teras-teras persegi yang
dimahkotai menara-menara yang ditata dalam susunan yang konsentris yang
menjadi titik tertinggi bangunan ini.
Gapura Bajang Ratu
Tidak jauh dari Candi Tikus, di desa Temon berdiri gapura Bajang Ratu, sebuah gapura paduraksa
anggun dari bahan bata merah yang diperkirakan dibangun pada
pertengahan abad ke-14 M. Bentuk bangunan ini ramping menjulang setinggi
16,5 meter yang bagian atapnya menampilkan ukiran hiasan yang rumit. Bajang ratu
dalam bahasa Jawa berarti 'raja (bangsawan) yang kerdil atau cacat.'
Tradisi masyarakat sekitar mengkaitkan keberadaan gapura ini dengan Raja
Jayanegara,
raja kedua Majapahit. Berdasarkan legenda ketika kecil Raja Jayanegara
terjatuh di gapura ini dan mengakibatkan cacat pada tubuhnya. Nama ini
mungkin juga berarti "Raja Cilik" karena Jayanegara naik takhta pada
usia yang sangat muda. Sejarahwan mengkaitkan gapura ini dengan
Çrenggapura (Çri Ranggapura) atau Kapopongan di Antawulan (Trowulan),
sebuah tempat suci yang disebutkan dalam Negarakertagama sebagai pedharmaan (tempat suci) yang dipersembahkan untuk arwah Jayanegara yang wafat pada 1328.
Gapura Wringin Lawang
Wringin Lawang terletak tak jauh ke selatan dari jalan utama di Jatipasar.
Dalam bahasa Jawa, "Wringin Lawang" berarti "Pintu Beringin". Gapura
agung ini terbuat dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter
dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan dibangun pada abad ke-14. Gerbang
ini lazim disebut bergaya 'candi bentar'
atau tipe gerbang terbelah. Gaya arsitektur seperti ini mungkin muncul
pada era Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur Bali.
Kebanyakan sejarahwan sepakat bahwa gapura ini adalah pintu masuk menuju
kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit. Dugaan mengenai fungsi
asli bangunan ini mengundang banyak spekulasi, salah satu yang paling
populer adalah gerbang ini diduga menjadi pintu masuk ke kediaman
Mahapatih Gajah Mada.
Candi Brahu
Di desa Bejijong terdapat Candi Brahu.
Candi ini merupakan satu-satunya bangunan suci tersisa yang masih cukup
utuh dari kelompok bangunan-bangunan suci yang pernah berdiri di
kawasan ini. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, di candi inilah
tempat diselenggarakan upacara kremasi (pembakaran jenazah) empat raja
pertama Majapahit. Meskipun dugaan ini sulit dibuktikan, namun bukti
fisik menunjukkan bangunan ini merupakan bangunan suci peribadatan yang
diduga adalah bangunan suci untuk memuliakan anggota keluarga kerajaan
yang telah wafat. Mengenai siapakah tokoh atau raja Majapahit yang
dimuliakan di candi ini masih belum jelas. Di dekat Candi Brahu terdapat
reruntuhan Candi Gentong.
Makam Putri Cempa
Makam Putri Cempa
adalah sebuah makam bercorak Islam yang dipercaya masyarakat setempat
merupakan makam salah satu istri atau selir raja Majapahit yang berasal
dari Champa.
Menurut tradisi lokal, Putri Cempa (Champa) yang wafat tahun 1448
adalah seorang muslimah yang menikahi salah seorang raja Majapahit
terakhir yang akhirnya berhasil dibujuknya untuk masuk Islam.
Kolam Segaran
.
Kolam Segaran adalah kolam besar berbentuk persegi panjang dengan ukuran 800 x 500 meter persegi. Nama 'Segaran' berasal dari bahasa Jawa segara
yang berarti 'laut', mungkin masyarakat setempat mengibaratkan kolam
besar ini sebagai miniatur laut. Tembok dan tanggul bata merah
mengelilingi kolam yang sekaligus memberi bentuk pada kolam tersebut.
Saat ditemukan oleh Henry Maclaine Pont
pada tahun 1926, struktur tanggul dan tembok bata merah tertimbun tanah
dan lumpur. Pemugaran dilakukan beberapa tahun kemudian dan kini kolam
Segaran difungsikan oleh masyarakat setempat sebagai tempat rekreasi dan
kolam pemancingan.
Fungsi asli kolam ini belum diketahui, akan tetapi penelitian
menunjukkan bahwa kolam ini memiliki beberapa fungsi, antar lain sebagai
kolam penampungan untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk kota
Majapahit yang padat, terutama pada saat musim kemarau. Dugaan populer
lainnya adalah kolam ini digunakan sebagai tempat mandi dan kolam
latihan renang prajurit Majapahit, di samping itu kolam ini diduga
menjadi bagian taman hiburan tempat para bangsawan Majapahit menjamu
para duta dan tamu kerajaan.
Candi Menak Jingga
Di sudut timur laut kolam Segaran terdapat reruntuhan Candi Menak Jingga.
Bangunan ini kini hanya tersisa reruntuhannya berupa bebatuan yang
terpencar dan fondasi dasar bangunan yang masih terkubur di dalam tanah.
Pemugaran candi ini tengah berlangsung. Keunikan bangunan ini adalah
bangunan ini terbuat dari batu andesit pada lapisan luarnya, sedangkan
bagian dalamnya terbuat dari bata merah. Hal yang paling menarik dari
bangunan ini adalah pada bagian atapnya terdapat ukiran makhluk ajaib
yang diidentifikasi sebagai Qilin, makhluk ajaib dalam mitologi China. Temuan ini mengisyaratkan bahwa terdapat hubungan budaya yang cukup kuat antara Majapahit dengan Dinasti Ming di China. Tradisi setempat mengkaitkan reruntuhan ini dengan pendopo (paviliun) Ratu Kencana Wungu, ratu Majapahit dalam kisah Damarwulan dan Menak Jingga.
Situs Watu Umpak
Di Situs Watu Umpak,
terdapat beberapa alas batu tempat mendirikan tiang kayu. Diperkirakan
merupakan bagian dari bangunan kayu. Karena terbuat dari bahan organik,
bangunan kayu telah musnah dan hanya menyisakan alas batu.
Makam Troloyo
Di kompleks Makam Troloyo Desa Sentonorejo
ditemukan beberapa batu nisan bercorak Islam. Kebanyakan batu nisan
tersebut berangka tahun 1350 dan 1478. Temuan ini membuktikan bahwa
komunitas muslim
bukan hanya telah hadir di Jawa pada pertengahan abad ke-14, tapi juga
sebagai bukti bahwa agama Islam telah diakui dan dianut oleh sebagian
kecil penduduk ibu kota Majapahit. Penduduk setempat percaya bahwa di
makam Troloyo terdapat makam Raden Wijaya. Setiap hari Jumat Legi diadakan ziarah di makam ini.
Situs lainnya
Situs-situs penting lainnya antara lain:
- Balong Bunder
- Balai Penyelamatan
- Situs pengrajin emas dan perunggu
- Nglinguk
- Candi Kedaton
- Sentonorejo
- Candi Sitinggil
Rumah
Penggalian arkeologi
mengungkapkan lantai bata dan dinding permukiman. Dalam beberapa kasus
ditemukan dua atau tiga lapisan bangunan yang bertumpuk. Permukiman ini
dilengkapi dengan sumur dan saluran air. Ditemukan pula tempat
penyimpanan air dan sumur yang dibatasi susunan bata dan tembikar.
Industri
Banyak perhiasan emas yang berasal masa ini telah ditemukan di Jawa
Timur. Meskipun tidak terdapat banyak tambang emas di Jawa, impor emas
dari Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi memungkinkan pengrajin emas
untuk berproduksi dan bekerja di Jawa.
Salah satu desa di Trowulan disebut Kemasan, yang berasal dari kata mas
yang berarti emas. Perhiasan emas serta peralatan pengrajin emas
ditemukan di dekat daerah ini. Mangkuk tembikar kecil yang mungkin
pernah digunakan untuk melumerkan emas, alas tempa perunggu serta batu
rata bundar berkaki tiga yang digunakan sebagai alas untuk menempa dan
mengukir logam. Sejumlah besar tanah liat yang digunakan untuk
melumerkan dan mencetak perunggu juga ditemukan di dusun Pakis. Beberapa
perunggu digunakan untuk mencetak uang gobog, koin besar yang sering digunakan sebagai azimat.
Beberapa benda logam lain juga ditemukan, diantaranya lampu perunggu
berukir, wadah air, genta, dan benda-benda lain yang mungkin digunakan
untuk upacara keagamaan dan instrumen musik gendang perunggu. Benda
serupa yang terbuat dari kayu dan bambu masih dapat ditemukan di Jawa
dan Bali. Banyak juga ditemukan peralatan besi yang mungkin didatangkan
ke Jawa karena Jawa memiliki sedikit tambang bijih besi.
Uang dan Pasar
Celengan tanah liat Majapahit dari abad ke-14 sampai ke-15. Trowulan, Jawa Timur. (Koleksi Museum Nasional Jakarta)
Naskah Nawanatya menyebutkan mengenai pejabat kerajaan yang
bertugas untuk melindungi pasar. 'Delapan ribu keping uang tunai tiap
harinya' diterima pejabat ini. Uang tunai yang dimaksud dalam naskah ini
adalah uang kepeng Cina, yang menjadi mata uang resmi Majapahit sejak tahun 1300, menggantikan sebagian fungsi mata uang emas dan perak
yang telah digunakan selama berabad-abad. Uang logam atau koin China
ini disukai karena tersedia dalam nilai kecil atau uang receh, sangat
cocok untuk transaksi sehari-hari di pasar. Temuan ini menggambarkan
perubahan ekonomi di Trowulan yang ditandai dengan munculnya usaha dan
pekerjaan yang lebih terspesialisasi, pembayaran dengan upah, dan
perolehan barang kebutuhan sehari-hari dengan cara jual-beli. Bukti
penting persepsi masyarakat Jawa abad ke-14 terhadap uang tergambarkan
dalam wujud celengan
babi dengan lubang di punggungnya untuk memasukkan uang logam. Hubungan
antara figur babi dengan wadah uang sangat jelas. Dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia,
kata 'celengan' dapat berarti wadah tepat menyimpan uang atau menabung.
Sedangkan akar katanya sendiri 'celeng' yang berarti babi hutan. Wadah
uang dalam bentuk lain juga ditemukan.
Tembikar
Seni tembikar
adalah kegiatan utama masyarakat Majapahit. Kebanyakan perabot tembikar
digunakan untuk keperluan rumah tangga, seperti untuk memasak atau
wadah penyimpanan, dengan hiasan terbatas pada bentuk garis-garis cat
merah. Lampu minyak kelapa dari tembikar juga umum ditemukan. Tembikar
terhalus buatannya umumnya berupa wadah seperti gentong, guci, dan kendi
dengan dinding yang tipis, bentuk yang indah, serta permukaan halus
berkilau warna merah yang didapat dengan cara pengampelasan baik sebelum
atau sesudah pembakaran. Karya tembikar ini dipastikan sebagai hasil
karya pengrajin tembikar yang mahir dan profesional. Wadah air adalah
produk tembikar urban utama Majapahit dan banyak gentong air bulat
ditemukan. Ada pula wadah air berbentuk kotak yang dihiasi motif
pemandangan bawah air dan pemandangan lainnya.
Patung tembikar dari tanah liat diproduksi dalam jumlah besar dan
menggambarkan banyak hal, mulai dari figur dewa, manusia, hewan, miniatur
bangunan, dan pemandangan. Fungsi pastinya belum diketahui, mungkin
memiliki banyak fungsi. Beberapa figur tanah liat mungkin merupakan
bagian dari kuil kecil tempat persembahyangan di masing-masing rumah
penduduk seperti yang kini ada di Bali. Contoh dari barang tembikar dalam bentuk miniatur bangunan dan hewan juga ditemukan di dekat bangunan suci di Gunung Penanggungan.
Beberapa figur lainnya merupakan penggambaran yang jenaka atas
orang-orang asing dan pendatang di Majapahit, mungkin secara sederhana
juga digunakan sebagai mainan anak-anak.
Taman Majapahit
Menjelang akhir tahun 2008, pemerintah Indonesia menyeponsori
eksplorasi besar-besaran di situs yang dipercaya sebagai bekas lokasi
istana Majapahit. Jero Wacik,
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia menyatakan bahwa
Taman Majapahit akan dibangun di kawasan ini dan akan rampung pada tahun
2009. Pembangunan kawasan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan situs
Trowulan akibat industri pembuatan bata rumahan yang tumbuh banyak di
kawasan ini.[3] Taman Majapahit ini memperluas area Museum Trowulan yang telah ada dan menjadi sarana wisata edukasi dan rekreasi yang bertema sejarah Majapahit.
Akan tetapi, proyek ini menimbulkan kontroversi dan mengundang protes
dari arkeolog dan sejarahwan karena pembangunan fondasi bangunan Pusat Informasi Majapahit di sebelah selatan Museum Trowulan telah merusak situs arkeologi tersebut. Struktur tembok bata dan sumur jobong
yang sangat berharga berserakan dan rusak di lokasi pembangunan.
Pemerintah berdalih bahwa metode penggalian yang diterapkan tidak
merusak situs jika dibandingkan dengan metode pengeboran.[4] Sejak saat itu pembangunan Taman Majapahit ditunda untuk meneliti dampak pembangunan terhadap situs arkeologi.
Nah Bloggie gimana menurut kalian..... Cukup banyak pengetahuankan tentang situs purbakala peninggalan kerajaan Majapahit. Semoga bermanfaat untuk kedepannya demi warisan dari leluhur kita untuk anak cucu kita nanti. Salam........
No comments:
Post a Comment